BIJAK BERKOMUNIKASI BERBUAH RELASI

BIJAK BERKOMUNIKASI BERBUAH RELASI

Oleh : Erwandi Us
_____
Mengendorkan urat-urat saraf yang sudah tegang karena banyak berfikir dan bekerja, adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesegaran tubuh. Hal ini bisa dilakukan dengan bersantai dan rileks agar tubuh bisa kembali fresh. Banyak pilihan yang bisa dilakukan, baik jenis maupun tempat yang bisa dikunjungi. Di tengah wabah pandemi Covid-19 yang membooming dunia, tak terkecuali juga melanda negeri ini, tidak ada pilihan lain, kecuali di rumah saja. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa jenuh, adalah bersosialisasi dengan dunia luar menggunakan telefon seluler.

Pisau adalah merupakan alat bantu untuk memotong benda. Bagi seorang ibu rumah tangga, alat ini tidak hanya sekedar pisau yang dapat memotong, tetapi lebih dari itu adalah sesuatu yang dapat menjadikan harmonisnya rumah tangga. Lewat irisan pisau tajam dan baik, yang dilakukan seorang ibu rumah tangga, akan menghasilkan hidangan yang terlihat apik dan menarik. Dan jika ini dilakukan dengan penuh ikhlas dalam rangka mengabdi kepada suami tercinta, maka ini akan jadi ibadah yang akan memudahkan jalan menuju surga. Tentu tidak demikian halnya, jika pisau yang sama berada di tangan orang yang tidak baik dan cendrung emosional, pisau akan berubah wujud menjadi senjata tajam menakutkan yang dapat mencelakai siapa saja.

Demikian juga dengan telefon seluler, sejatinya adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Dengan menekan dan menyentuh layarnya, silaturrahmi dengan saudara, handaitaulan, sahabat serta relasi bisnis akan terjalin dengan baik. Di tangan orang yang cerdas kecanggihan alat ini tentu akan digunakan secara bijak. Sebaliknya di tangan orang yang tidak bijak lagi tidak berkesantunan, alat ini justru bisa menjadi sumber petaka yang dapat menimbulkan kegaduhan antar individu maupun golongan.

Berkomunikasi lewat telefon seluler atau bertransaksi di media sosial diibaratkan seperti berkendara di jalan raya yang diatur oleh Undang Undang. Ini memerlukan pembiasaan dan latihan terus menerus agar dapat menjadi budaya yang baik di tengah-tengah masyarakat. Kita sering melihat ketidakpekaan pungguna platform aplikasi sosial media terhadap aturan bertransaksi secara elektronik atau yang disebut dengan etika bersosmed sesuai UU ITE. Secara prinsip, aturan mengenai transaksi yang mengandung kegiatan komersial lebih ketat daripada non komersial, meskipun demikian pengguna harus tetap memperhatikan beberapa kaidah khusus, seperti hak privasi dan hak cipta yang harus dilindungi.

Satu ungkapan populer tentang komunikasi adalah, “manusia tidak dapat tidak berkomunikasi.” Selama manusia hidup, ia pasti berkomunikasi. Manusia berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan orang lain. Manusia juga berkomunikasi dengan menggunakan media atau saluran komunikasi. Perangkat modern, seperti telefon seluler, komputer merupakan perangkat yang kita pergunakan untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu keunikan manusia adalah kemampuannya berkomunikasi menggunakan bahasa. Dengan kemampuannya itu, manusia mengembangkan diri dan dunia sosialnya. Kemampuan berkomunikasi ini pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain dibumi. Karena terbiasa melakukan komunikasi, kita tidak pernah banyak berpikir tentang komunikasi.

Selama ini, perkara berkomunikasi itu sering dipandang sebagai sebuah proses seperti kita menghirup udara, proses yang berlangsung secara otomatis. Ketika kita menemukan suatu masalah, barulah kita berpikir atau merenungkan apa yang kita anggap biasa itu. Bila terjadi gangguan pada pernafasan, barulah orang mulai berpikir dan mencari penyebabnya. Begitu juga dengan komunikasi, baru disadari, dan didalami akar permasalahannya ketika telah timbul masalah dalam berkomunikasi.

Manusia berkomunikasi karena manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk menyampaikan pikiran, gagasan ataupun perasaannya. Komunikasi antar manusia selalu memiliki dua dimensi yaitu relasi dan informasi. Ada sa’atnya kita berkomunikasi untuk saling bertukar informasi, dan adakalanya juga kita berkomunikasi untuk menjaga relasi.

Pada dasarnya, semua kegiatan komunikasi manusia pasti memiliki tujuan, bukan sekadar melontarkan kata-kata atau tulisan semata. Oleh karenanya ada sebuah proses komunikasi dengan diri sendiri, kita perlu berdialog dengan pikiran kita sebelum menyampaikan sesuatu kepada orang lain. “Apakah guyonan iniy pantas diucapkan di hadapan orang tua yang kita hormati”, misalnya, “apakah ketika kita ingin membantah atau mengkritik hal yang disampaikan sahabat kita, bahasa yang bagaimanakah sebaiknya yang kita gunakan, sehingga tidak sampai membuat sahabat kecewa dengan kata-kata atau pun tulisan yang kita sampaikan”, “apakah tidak sebaiknya diurungkan saja dulu, menunggu momen ya pas ketika ingin menyampaikan sesuatu yang benar adanya, daripada tergesa-gesa menyampaikan sesuatu, tetapi tidak pada waktu dan tempat yang pas”. Bukankah menyegerakan dan tergesa-gesa itu adalah dua hal yang mirip, tetapi beda pada akibat yang ditimbulkannya

Seandainya setelah kita bercanda dengan seorang teman, kita merasa candaan tersebut berlebihan sehingga mungkin saja membuatnya tersinggung, atau ketika kita mengkritik sahabat, kata-kata yang kita gunakan membuat sahabat merasa kecewa, perlukah meminta ma’af dan menjelaskan bahwa apa yang disampaikan hanya candaan dan tidak bermaksud merendahkan apalagi mempermalukannya? Tentunya semua ini terpulang kepada kita dalam mengambil sikap dan membuat sebuah keputusan. Sebab, kitalah yang lebih memahami dan merasakan situasi dan suasana yang sedang berlangsung. Bukankah saban waktu kita akan selalu mengambil keputusan. Bahkan meskipun misalnya kita tidak mengambil sebuah keputusan pun, dengan kata lain kita diam, maka itu pun juga adalah sebuah keputusan. Namun, jika kita menyadari bahwa apa yang kita sampaikan membuat sahabat kita tersinggung atau merasa kurang nyaman, sebagai sahabat yang baik tentu sudah sepantasnyalah kita meminta ma’af, sehingga hatinya menjadi terhibur, dan yang lebih penting lagi adalah kita dapat memperbaiki hubungan persahabatan. Perlu kita ingat, bukankah sahabat kita itu adalah sama dengan kita, sama-sama punya telinga untuk mendengar, sama-sama punya hati yang dapat merasa.
___________
Medan, 12 Mei 2020

Tinggalkan komentar