SELAGI ADA WAKTU

SELAGI ADA WAKTU

Oleh: Erwandi Us.
(KBIH Muhammadiyah Medan)

Di pendidikan orang Jawa (Javanesse) kita sering mendengar frase “ojo dumeh” (jangan sombong). Saya sendiri bukanlah orang yang berasal dari keluarga suku Jawa. Ayah dan ibu berasal dari suku Minang dan saya sendiri dilahirkan di Bukit Tinggi. Tetapi karena bergaul dengan lingkungan yang sebagian suku Jawa, maka frase ini selalu mengingatkan saya tentang kehidupan.

Di kehidupan ini terkadang kita banyak dipertemukan dengan hal yang kurang berkenan di hati. Sekarang menjadi kepala sekolah, suatu sa’at akan selesai. Sekarang berpangkat tinggi, suatu sa’at akan pensiun. Sekarang menjadi jenderal, suatu sa’at akan menjadi purnawirawan. Sekarang menjadi anggota DPR, suatu sa’at tidak terpilih lagi. Sekarang menjadi presiden, tiba-tiba sudah menjadi mantan. Sekarang mempunyai kuasa untuk memborgol siapapun, suatu sa’at mengalami sendiri diborgol. Sekarang menguasai siaran panggung TV, suatu sa’at akan menjadi orang yang tidak diomongkan, tidak satupun orang yang mau mendekat.

Sa’at menjadi rektor seperti Rahwana, ternyata beberapa tahun kemudian, terlihat sedang masuk masjid dituntun banyak orang. Sekarang sulit ngobrol karena dia adalah seorang profesor doktor, ternyata waktu terasa cepat sudah menjadi emeritus duduk menyendiri. Sekarang menjadi ketua rombongan atau ketua regu yang menanggalkan segala identitas demi mengayomi dan melayani jam’ah haji di lingkungannya, beberapa hari ke depan tentu tidak lagi.

Di tanah suci semuanya kita tanggalkan, sama sekali tidak akan bisa dibedakan. Mana yang biasa dihormati, dan mana yang tidak dihormati. Mana pejabat, mana rakyat. Mana konglomerat, mana yang parragat.

Di tanah air mungkin kita menjadi orang yang gila hormat, tetapi di sini mungkin juga kita menjadi bagian orang yang dibentak oleh askar muda yang tak memiliki sedikit kesabaran, haj ……, haj ……, thoriq ……, thoriq ….., harrik ya haj …… yaallahaj ….., yaallah haj.

Banyak cermin di jalan untuk berkaca, tetapi semua sering terlewati. Mungkin itu bawaan, tetapi siapa tahu dapat diperbaiki. Baru ingat sa’at berhenti ternyata bensin sudah habis, dan ternyata ban sudah tipis. Baru ingat sa’at di Madinah, ternyata sholat di Masjidil Haram itu seratus ribu kali lebih utama. Baru ingat setelah kembali ke tanah air, sholat di masjid Nabawi kata nabi sholat di masjidku seribu kali lebih utama.

Teringat akan sebuah puisi yang mungkin sudah usang dan mungkin juga kita sudah banyak yang lupa.

Pagiku hilang sudah melayang.
Hari mudaku sudah pergi.
Sekarang petang datang membayang.
Batang usiaku sudah tinggi.
Ah ….. apa guna kusesalkan.
Menyesal tua tiada berguna.
Hanya menambah luka sukma.
Kepada yang muda kuharapkan.
Atur barisan di pagi hari menuju ke arah padang bakti.

Ya Allah ya Rabbi,

Tinggal beberapa hari lagi kami berada di tanah suci-Mu yang mulia ini.

Ya Allah, berat rasanya hati ini untuk berpisah dan menjauh dari Rumah-Mu yang mulia ini.

Ya Allah, sebelum kami melangkahkan kaki menuju negeri kami.

Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami.

Ya Allah, terimalah segala ibadah yang kami lakukan, dan jadikanlah ibadah ini menjadi ibadah yang mabrur.
___________
Makkah, 26 Agustus 2019

Tinggalkan komentar