SAAT KAMI BERTAWAKKAL

SAAT KAMI BERTAWAKKAL

Bumi Raflesia, 14-15 Februari 2018, doa tertulis ku, agar utang kami lunas pada 1 April 2018.

Tanah Deli, 1 April 2018, rumah kami ditawar orang. Padahal selama ini sepi.

Namun ternyata, kami berdua suami istri masih belum satu frekuensi. Masih tidak punya kesatuan hati tentang berapa harga yang disepakati.

Karenanya, dengan berat hati aku tidak menerima harga penawaran yang sebenarnya sudah bagus itu. Maka 1 April 2018 itu tidak jadilah lunas utang kami.

Waktu berlalu, kami jalani hidup dan terus berupaya. ALHAMDULILLĀH, pada hari Senin 24 Juli 2018 utang riba kami yang terakhir lunas tanpa bayar bunga dan denda cukup bayar sisa utang pokok saja.

Memang ada sedikit biaya admin Rp. 111.000 yang langsung diterima istri saking gembiranya. Seharusnya memang biaya admin ini juga tidak dibayar karena riba. Semoga menjadi pelajaran bagi kami berdua.

Dana kami bisa ada untuk melunasi utang itu dari kerelaan kami menjual mobil satu-satunya yang kami miliki. Belajar menghilangkan kemelekatan dari harta.

Rumah yang kami jual mulai dari Januari 2018 itu akhirnya lama tidak laku terjual. Pertengahan 2018, kami deal dengan calon pembeli kedua, kasih dp sekian puluh juta, tapi kemudian batal.

Beberapa bulan kemudian, masih di 2018, kami deal lagi dengan calon pembeli ketiga. Sudah kasih dp juga, tapi lagi-lagi batal. ALLĀHU AKBAR.

Padahal kami butuh dana untuk melunasi utang kami sebesar 250 juta rupiah (non riba) kepada keluarga.

Walaupun kakak tidak pernah menagihnya, tapi dada ini serasa sesak, hati tidak tenang sebelum utang ini bisa kami lunasi.

Aku hanya bisa terdiam. Wukuf. Merenung diri. Muhasabah diri seraya istighfar minta ampun sama ALLAH. Apa kesalahanku Ya ALLAH. Ampuni aku, maafkan hamba-MU ini Ya Rabbi.

Suatu hari di 2019 aku bicara hati ke hati dengan istri. Suara hati yang selama ini terpendam bisa sampaikan. “Sayang, tau tidak kenapa rumah kita gak laku-laku?” Istriku yang selama ini enggan membahas soal nasib rumah kami Alhamdulillāh menanggapi dengan serius dalam diam.

Ku lanjutkan. “Jika kita tidak berubah, masih ngotot sama ALLAH meminta (harga) sesuai keinginan kita, ketahuilah bahwa rumah itu tak akan laku. Karena kita tidak mau menerima pelajaran dari ALLAH, agar kita berubah.”

Kemudian aku peluk istri tersayang. “Kita harus ikhlas. Harus ridha dengan ketentuan ALLAH. Agar ALLAH berkenan menolong kita.” Kami berdua terisak dalam haru biru seraya beristighfar kepada-NYA.

Kemudian istriku berkata, “Ya ALLAH aku ridha dengan apapun ketentuan yang Engkau berikan kepada kami. Aku ridha ya ALLAH. Aku ikhlas. Ampuni dosa kami, maafkan kesalahan kami Ya RABBI.”

Hanya berselang sekitar 1 jam saja dari kejadian istimewa dalam hidup kami itu, hp ku berdering. Nomer yang tak ku kenal.

“Halo dengan bapak OK. Mirza?” katanya. “Ya.” Aku jawab. “Saya lihat iklan rumah bapak. Saya tertarik. Harga sesuai yang tertulis ya pak?” “Ya pak.” Jawabku lagi pendek. “Baik pak, saya mau lihat rumahnya boleh?” “Boleh pak. Kapan rencana bapak?” “Sore ini juga bisa?” “Bisa pak. Akan saya hubungi yang pegang kunci rumah.”

Sesuai janji. Sore itu pak Fahmi, nama beliau, melihat rumah kami yang beralamat di Blok C6 No. 3 Nerada Estate, Cipayung, Ciputat, Tangsel itu. Kemudian beliau menelpon lagi. “Pak Mirza, sudah saya lihat rumahnya. Kami suka. Nanti malam saya telepon bapak lagi ya.” “Baik pak Fahmi,” sahutku sambil sedikit bengong. Kaget. Surprise. Secepat ini jawaban-Mu Ya ALLAH.

Dan, rumah kami itu pun terjual. Dengan harga yang persis sama dengan penawaran pertamanya. Dan, semua utang-utang kami pun lunas terbayar. Benar-benar hikmah dan berkah luar biasa dari Yang Maha Kuasa.

Alhamdulillāh segala puji hanya bagi-Mu Ya ALLAH, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Tanah Deli, Rabu, 6 Mei 2020
13 Ramadhan 1441 H

OK. Mirza Syah

Tinggalkan komentar