AL BAQARAH: 187

AL BAQARAH (SAPI BETINA): 187
Surat ke-2. Jumlah ayatnya 286.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ .١٨٧

187. Uhilla lakum lailataş-şiyāmir-rafaśu ilā nisā’ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn(a), ‘alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fatāba ‘alaikum wa ‘afā ‘ankum, fal-āna bāsyirūhunna wabtagū mā kataballāhu lakum, wa kulū wasyrabū hattā yatabayyana lakumul-khaițul-abyadu minal-khaițil-aswadi minal-fahri śumma atimmuş-şiyāma ilal-lail(i), wa lā tubāsyirūhunna wa antum ‘ākifūna fil-masājid(i), tilka hudūdullāhi falā taqrabūhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la’allahum yattaqūn(a).

187. Dihalalkan bagimu pada malam (hari) puasa bersetubuh dengan isteri-isterimu. (Isteri-isteri itu) adalah pakaian bagimu dan kamu juga pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu berkhianat kepada dirimu (menahan diri dari bersetubuh), maka Allah memberi ampun dan memaafkan kamu. Maka sekarang bersetubuhlah dengan mereka dan turutilah yang ditetapkan Allah kepadamu. Makan dan minumlah sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam (waktu berbuka). Janganlah kamu bersetubuh (dengan isteri-isterimu) waktu kamu sedang iktikaf⁶⁴ (tinggal beribadah dalam mesjid). Demikianlah larangan-larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka bertakwa.

Ayat 183 s/d 188 menerangkan soal puasa. Puasa ibadat tua. Kitab Taurat dan Injil juga menyuruh berpuasa. Semua agama samawiyah mewajibkan puasa. Sudah dari semenjak Nabi Adam ada ibadah puasa. Faedahnya terang sekali. Untuk mengabdikan diri kepada Tuhan, untuk mengendalikan hawa nafsu, untuk memelihara kesehatan, untuk menimbulkan rasa kasihan terhadap fakir-miskin, untuk membentuk budi pekerti mulia dan lain-lain faedah yang banyak sekali. Berpuasa mempunyai aturan-aturan khusus; harinya, waktu dimulai dan diakhiri, tidak boleh bersetubuh dengan isteri siang hari bulan puasa. Malam hari dibolehkan bersetubuh itu. Orang yang sakit atau sedang dalam perjalanan boleh mengganti puasanya dengan hari-hari lain. Orang yang uzur, membayar fidyah memberi makan fakir-miskin. Makanan yang dimakan terutama bulan puasa hendaklah selalu dari usaha yang halal.Bulan puasa mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu. Al Quranul Karim mulai diturunkan dalam bulan puasa. Al Quranul Karim akan tetap memberi petunjuk dan hidayah dalam mencapai keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat. Al Quranul Karim akan tetap menjadi pegangan umat Islam dalam segala tindak-tanduknya. Amal ibadah dilipatgandakan pahalanya dalam bulan puasa. Bulan puasa bulan meningkatkan amalan, melatih diri agar menjadi hamba Allah yang sempurna.

TAFSIR RAHMAT
H. Oemar Bakry

64. Itikaf ialah berada dalam masjid dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

ASBĀBUN NUZŪL

187. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim meriwayatkan dari jalur ‘Abdurrahman bin Abi Laila, dari Mu’aż bin Jabal, dia berkata, “Dahulu pada bulan puasa mereka makan, minum, dan menggauli istrinya selama tidak tidur sebelumnya. Namun jika tidur terlebih dahulu, mereka tidak melakukan semua itu. Suatu ketika ada seorang Ansar yang bernama Qais bin Sarmah melaksanakan salat Isya lalu tidur. Pada malam itu dia tidak makan dan minum sampai waktu pagi tiba. Pada pagi harinya dia merasa lemas. Di lain waktu, ‘Umar mencampuri istrinya setelah tidur, kemudian dia mendatangi Nabi saw. dan menjelaskan peristiwa tersebut. Lalu turunlah ayat QS Al-Baqarah: 187.”

Hadis masyhur ini diriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, akan tetapi dia tidak mendengar langsung dari Mu’aż. Riwayat ini dikuatkan beberapa riwayat lainnya.

KOSAKATA PILIHAN

187. Hunna libāsul lakum: (mereka adalah pakaian bagi kalian), yakni ketenteraman bagi kalian.

‘Alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum: (Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian) untuk berjimak sesudah salat Isya.

Mā kataballāhu lakum: (apa yang telah Allah tetapkan untuk kalian), yakni apa yang telah Allah Ta’ala tetapkan tentang anak saleh. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan ‘Umar bin Al-Khațțab ra.

Tilka hudūdullāhi: (Itulah batas-batas Allah), yakni maksiat kepada Allah Ta’ala kalau dilanggar.

INTISARI TAFSIR IBNU KAŠIR

📖 Pada permulaan Islam, di malam bulan Ramadan seorang Muslim dilarang melakukan hubungan badan dengan istri, yaitu apabila telah melaksanakan salat Isya atau tidur.

📖 Kaum Muslimin awalnya merasa keberatan dengan larangan berhubungan badan di malam bulan Ramadan, hingga mereka mengadu kepada Rasulullah. Larangan ini lalu dihapus.

📖 Waktu diperbolehkan makan, minum, dan hubungan badan di malam bulan Ramadan membentang hingga waktu fajar tiba.

📖 Di saat melaksanakan itikaf, seseorang dilarang melakukan hubungan badan dengan pasangannya.TAFSIR RINGKAS AHSANUL BAYĀN

187. Al-fajr(i): Pada permulaan Islam, jika seorang berbuka, ia hanya dihalalkan makan dan minum serta bersetubuh hingga salat Isya saja. Tetapi bila ia tidur sebelum itu, atau telah salat Isya, maka diharamkan baginya makan, minum dan bersetubuh sampai malam berikutnya. Dengan aturan ini kaum Muslimin mengalami masyāqat (kesukaran, kepayahan) dan susah diamalkan. Maka Allah mengangkat kedua aturan ini dan mengizinkan makan, minum dan bersetubuh dari waktu berbuka hingga terbit fajar. Ar-Rafaś artinya bersetubuh dengan istri, Al-Khaițul-Abyad artinya subuh şadīq° dan Al-Khaitul-Aswad artinya malam, (Tafsir Ibnu Kaśir).

Masalah: boleh berpuasa dalam keadaan junub karena Allah mengizinkan perkara itu hingga terbit fajar dan pendapat ini dikuatkan oleh riwayat-riwayat Al-Bukhāri dan Muslim, (Tafsir Ibnu Kaśir).

°Fajar ada dua, fajar kadzib dimana tidak masuk bersamanya waktu shalat fajar. Tidak menghalangi makan, minum dan bersenggama bagi orang yang ingin berpuasa.

°Fajar sodiq, masuk bersamanya waktu shalat fajar, dan dilarang makan, minum dan bersenggama bagi yang berpuasa. Dan ini yang dimaksudkan dalam firman Allah Ta’ala:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (سورة البقرة: 187)

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Al-lail(i): Segeralah berbuka jika telah masuk waktu malam dan jangan mengakhirkannya, sebagaimana keutamaan dan kelebihannya diterangkan dalam Hadis. Dan jangan berpuasa wişāl, yakni menyambung puasa tanpa diselingi berbuka, sebab Rasul saw. melarang umatnya melakukan puasa wişāl.

Al-masājid(i): Tidak boleh bagi orang yang sedang melaksanakan iktikaf, menggauli dan mencium istrinya, tetapi dibolehkan berbicara dengan mereka. Dari ayat ini, “Ketika kamu iktikaf di masjid” diambil suatu hukum bahwa iktikaf hanya boleh dilakukan di masjid baik itu laki-laki maupun perempuan. Istri-istri Rasul saw. juga melaksanakan iktikaf di masjid. Tidak sah bagi perempuan melaksanakan iktikaf di rumahnya. Hanya saja jika mereka ingin iktikaf di masjid harus diperhatikan hal-hal yang mencegah bercampurnya mereka dengan laki-laki. Tidak dibenarkan perempuan iktikaf di masjid selama tidak ada sistem atau aturan pemisah yang dibenarkan secara syara’. Dan pihak perempuan juga tidak boleh memaksakan hal ini, sebab iktikaf adalah amalan sunah. Dan lebih baik meninggalkan suatu amalan sunah jika dikhawatirkan terjadi fitnah. Sebagaimana kaidah uşul fiqih, “Menolak bahaya harus diutamakan daripada mendatangkan manfaat.”

AL-QUR’ANKU MASTERPIECE 55 IN 1

Tinggalkan komentar