PROSES PELARANGAN RIBA DALAM AL QUR’AN

PROSES PELARANGAN RIBA DALAM AL QUR’AN

Kita tidak boleh membiarkan racun riba masuk dan menguasai ekonomi karena jika terjadi, pengisap darah dan para elite predator (binatang yang hidup dengan memakan daging binatang lain) akan menguasai perekonomian, khususnya pasar, dan mereka akan mengisap nilai keringat kita semua. Oleh karena itu, apabila ekonomi berlandaskan pada riba, yang kaya akan semakin kaya dan manusia lainnya menjadi semakin miskin.

Allah merespons bahaya riba dengan menggunakan metodologi gradual (setahap demi setahap). Allah menggunakan proses yang bertahap untuk memberantas, memusnahkan riba. Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.

Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan yang mendekati atau taqarrub kepada Allah.

وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ .٣٩

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

(Q.S. 30 Ar-Ruum: 39)

Tahap Kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

فَبِظُلْمٍ مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَٰتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ كَثِيرًا .١٦٠

وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا .١٦١

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

(Q.S. 4 An-Nisaa’: 160-161)

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .١٣٠

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

(Q.S. 3 Ali ‘Imraan: 130)

Ayat ini diturunkan pada tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda disebut riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 surah Al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriyah.

Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang menyangkut riba.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ .٢٧٨

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ .٢٧٩

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

(Q.S. 2 Al-Baqarah: 278-279)

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan bahwa ayat Al-Baqarah 278 ini merupakan peringatan yang amat keras yang dalam bahasa zaman sekarang bisa juga disebut ultimatum dari Allah. Betapa murkanya Allah terhadap pelaku riba, sampai-sampai ancaman Allah ini lebih keras dari dosa yang lain selain syirik. Riba adalah nenek moyangnya korupsi sehingga seharusnya kita mempunyai Komisi Pemberantasan Riba mengikuti metodologi tersebut di atas untuk memberantas akar korupsi.

(Frasminggi Kamasa. The Age of Deception, Riba dalam Globalisasi Ekonomi, Politik Global, Dan Indonesia. Jakarta: Gema Insani. 2012. Hal. 102-104)

2 comments

Tinggalkan komentar