RIBA DAN FITRAH MANUSIA (PART 2)

RIBA DAN FITRAH MANUSIA
(PART 2)

Oleh OK. Mirza Syah, SE, M.Si

Fitrah Manusia

Kita sudah sering mendengar istilah fitrah manusia. Namun, sudahkah kita mengetahui apakah yang dimaksud dengan fitrah manusia itu? Lantas apa pula hubungan fitrah manusia dengan nama-nama yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Adam as?

Penjelasan awal untuk menjawab pertanyaan itu, bisa dilihat dalam Tafsir Ahsanul Bayân, yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan nama-nama itu adalah nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat, karakternya dan faedah-faedahnya. Allah mengajarkan semua ini kepada Nabi Adam melalui ilham.

Pertanyaannya, sifat, dan karakter yang bagaimana yang merupakan fitrah kita sebagai manusia keturunan Adam? Maka untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita buktikan bersama. Caranya, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dalam hati kita masing-masing. Cukup katakan “ya” atau “tidak” terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Bukankah Anda mendambakan dan menginginkan sifat:

♦Kasih sayang?
♦Adil?
♦Jujur?
♦Menolong?
♦Pemurah?

Mari kita lihat bersama. Bukankah Anda, kita semua, menjawab seluruh pertanyaan ini dengan jawaban “ya” bukan?

Dan bukankah tak ada satu pun dari kita yang menjawab dengan “tidak”? Mengapa?

Baca dengan menyebut nama Tuhanmu…

Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an,

فَإِذَا سَوَّيْتُهُۥ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُوا۟ لَهُۥ سَٰجِدِينَ .٧٢

Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan ruh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.

(QS. Shâd 38: 72)

Kita semua mendambakan sifat-sifat mulia itu, karena Allah telah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri kita saat masih berada di alam dzurriyah atau berada dalam kandungan ibu kita. Ruh yang berasal dari Allah, yang bukan hanya menghidupkan kita, tapi juga berisi sifat-sifat yang mulia itu; sifat kasih sayang, adil, jujur, menolong, pemurah, dan sifat-sifat mulia lainnya; sebagai bekal hidup kita untuk sukses dan bahagia sebagai hamba dan khalifah-Nya di muka bumi.

Itulah mengapa semua manusia, tanpa terkecuali, siapa pun dia, di mana pun ia berada, apapun suku bangsanya, pendidikannya, agamanya; semuanya mendambakan dan merindukan hal yang sama. Tidak ada satupun manusia yang tidak menyukai dan merindukan kasih sayang, kejujuran, keadilan, menolong, pemurah, dan sifat-sifat mulia lainnya!

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَٰلُهُم بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ ۩ .١٥

Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayang mereka, pada waktu pagi dan petang hari.

(QS. Ar-Ra’du 13:15)

Dan inilah juga bukti bahwa kita semua adalah hamba Allah, yang telah bersumpah, berjanji kepada Sang Maha Pencipta saat masih berada di alam dzurriyah seperti yang diabadikan Allah di dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ .١٧٢

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

(QS. Al-A’râf 7:172)

Perjanjian kita, manusia dengan Ilahi Rabbi inilah yang membuat kita senantiasa mendambakan sifat-sifat yang mulia itu. Inilah bukti dan jawaban bahwa sesungguhnya kita begitu merindukan Allah.

Inilah keunggulan Nabi Adam dan keturunannya yang tidak dimiliki oleh malaikat dan iblis. Maka kita sebagai anak cucu keturunan Adam diturunkan Allah dari surga ke muka bumi dengan mewariskan dan meneruskan keunggulan tersebut. Dengan keunggulan itu manusia mengemban misi untuk memakmurkan bumi sebagai rahmat bagi semesta alam.

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ .١٠٧

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

(Q.S. Al Anbiyaa 21:107)

قال النبي صلى الله عليه و سلم ( كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Al-Bukhari & Muslim)

Sifat-sifat dan karakter inilah dia nama-nama yang Allah ajarkan kepada Adam dan keturunannya. Inilah yang kita kenal sebagai suara hati atau hati nurani yang murni. Inilah dia fitrah manusia yang berasal dari sifat-sifat Allah Yang Mahamulia, Al Asmaul Husna.

Sementara itu, berlawanan dengan fitrah manusia atau suara hati murni tersebut, iblis yang sombong menilai segala sesuatunya berdasarkan materi atau fisik. Inilah yang membuat iblis tidak mau mengakui keunggulan fitrah manusia, maka ia menolak untuk sujud kepada Adam. Lantas pertanyaannya, jika Anda memandang segala sesuatu berdasarkan materi atau fisik, berarti Anda ikut perilaku siapa? Astaghfirullah.

Bahkan tidak cukup sampai di situ, iblis bertekad untuk menjerumuskan manusia agar semakin jauh dari nilai fitrah yang berasal dari Allah tersebut. Agar mengikuti jejaknya, membangkang kepada Allah, agar kelak bersama-sama dengannya menghuni neraka jahannam.

قَالَ ٱخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَّدْحُورًا ۖ لَّمَن تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكُمْ أَجْمَعِينَ .١٨

“Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya”.”

(Q.S. Al A’raf 7:18)

Maka dengan godaan iblis dan juga karena mengikuti hawa nafsunya yang tiada batasan, kebanyakan manusia lupa pada fitrah atau jati dirinya; sehingga hilang nilai kemanusiaannya. Hilang suara hatinya. Fisiknya memang berwujud manusia tapi nilai dan perbuatannya laksana iblis durjana. Tak heran bila mereka berubah menjadi pemangsa sesamanya, homo homini lupus. Iblis pun bersuka ria.

قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ .١٦

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,”

(Q.S. Al A’raf 7:16)

Tentu saja iblis ingin terus menikmati kemenangannya. Maka ia beserta bala tentaranya yang terdiri dari jenis jin dan manusia, terus-menerus tanpa henti, melakukan bujuk rayu dan tipu daya pada kita anak cucu Adam, dalam semua bidang kehidupan, tak pernah berhenti, dari depan belakang, dari kanan kiri, menggoda dan memperdaya manusia agar jauh dari Allah hingga hari Kiamat tiba. Termasuk dalam bidang perekonomian atau muamalah.

ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ .١٧

“kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”

(Q.S. Al A’raf 7:17)

Mari kita lihat bersama, dalam bidang kehidupan yang seharusnya mensejahterakan semua manusia ini, iblis terus berupaya mengganti nilai-nilai kebaikan atau fitrah manusia yang antara lain berupa: kasih sayang, kejujuran, keadilan, kedermawanan, dan nilai-nilai kebaikan lainnya; diubah menjadi kebencian, permusuhan, kebohongan, tipu daya, kezaliman, keangkuhan dan keserakahan. Agar merajalela keburukan-keburukan lainnya antar sesama manusia. Agar seluruh insan ingkar dan semakin jauh dari Allah. Semakin jauh dari kesejahteraan dan kemakmuran yang diidamkan.

Sebagai hasilnya bisa kita saksikan bersama bagaimana sifat-sifat keburukan yang bertentangan dengan fitrah atau suara hati manusia itu yang saat ini terjadi dalam kehidupan perekonomian manusia, salah satunya yang utama, kita kenal dengan istilah riba.

Riba menimbulkan kebencian dan permusuhan, tipu daya dan kebohongan, kezaliman, cermin keangkuhan dan keserakahan manusia. Homo homini lupus. Yang bertentangan dengan fitrah atau suara hati kasih sayang, kejujuran, keadilan, kepedulian dan menolong sesama.

Riba membuat manusia semakin jauh dari mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama yang diidam-idamkannya. Dan tentu saja riba membuat manusia semakin jauh dan ingkar kepada-Nya.

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ .٢٧٦

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”

(Q.S. Al Baqarah 2:276)

Pertanyaannya, sebagai khalifah Allah yang ditugaskan oleh-Nya untuk memakmurkan bumi, menjadi rahmat bagi semesta alam, apakah kondisi seperti ini akan kita biarkan terus-menerus terjadi? Relakah kita mewariskan dunia yang kacau-balau dan jauh dari Allah seperti ini kepada anak cucu kita kelak?

Maka tugas kita sebagai khalifah-Nya, misi kita sebagai hamba Allah yang mengharap bisa kembali ke kampung halamannya kelak, yaitu surga jannatun naim; mari bersama tegakkan kehidupan ekonomi atau muamalah sesuai dengan jalan-Nya, sesuai dengan sunah Rasul-Nya, Muhammad Shalllahu alaihi wasallam.

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(Q.S. Al Baqarah 2:275)

Apabila telah tegak yang hak, maka yang batil akan lenyap. Kegelapan sesungguhnya tidak ada. Kegelapan bisa ada karena tiada cahaya yang menyinari dunia.

Maka, jadilah cahaya agama Allah. Yang berasal dari Allah An-Nur Sang Cahaya Maha Cahaya.

Mari kita ciptakan peradaban surgawi di muka bumi. Agar apa yang kita dambakan di surga, bukan hanya kita nikmati di Yaumil Akhir kelak. Tapi juga bisa kita nikmati di dunia. Berupa peradaban yang gilang-gemilang, yang penuh dengan keadilan dan kemakmuran yang didambakan oleh seluruh umat manusia.

يُرِيدُونَ أَن يُطْفِـُٔوا۟ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفْوَٰهِهِمْ وَيَأْبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْكَٰفِرُونَ .٣٢

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.”

(Q.S. At Taubah 9:32)

Medan, Senin, 22 Mei 2017
OK. Mirza Syah

(Sebagian materi ini pernah disampaikan saat acara Kopdar Komunitas Kembali Ke Titik Nol (KKTN) Sumut, Ahad, 21 Mei 2017 di Gedung Anif Asrama Haji Medan)

Tinggalkan komentar